NAMA: Geti Pratiwi Abriani
NPM : 12215866
KELAS : 3EA25
STUDI
KASUS CARREFOUR INDONESIA
(kasus
praktek monopoli)
Latar
belakang masalah
Bisnis
ritel atau perdagangan eceran memegang peranan yang sangat penting dalam
kegiatan bisnis di Indonesia, baik ditinjau dari sudut konsumen maupun
produsen. Dari sudut produsen, pedagang
eceran dipandang sebagai ujung tombak perusahaan yang akan sangat menentukan
laku tidaknya produk perusahaan. Melalui
pengecer pula para produsen memperoleh informasi berharga tentang komentar konsumen
terhadap barangnya seperti bentuk, rasa, daya tahan, harga dan segala sesuatu
mengenai produknya. Sementara jika
dipandang dari sudut konsumen, pedagang eceran juga memiliki peranan yang
sangat penting karena bertindak sebagai agen yang membeli, mengumpulkan, dan
menyediakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan atau keperluan pihak
konsumen.
Seiring
dengan perkembangan, persaingan usaha , khususnya pada bidang ritel diantara
pelaku usaha semakin keras. Untuk mengantisipasinya, Pemerintah dan DPR
menerbitkan Undang Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Antimonopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan hadirnya undang-undang tersebut dan
lembaga yang mengawasi pelaksanaannya, yaitu KPPU, diharapkan para pelaku usaha
dapat bersaing secara sehat sehingga seluruh kegiatan ekonomi dapat berlangsung
lebih efisien dan memberi manfaat bagi konsumen.
Di
dalam kenyataan yang terjadi, penegakan hukum UU praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat ini masih lemah. Dan kelemahan tersebut
”dimanfaatkan” oleh pihak CARREFOUR
Indonesia untuk melakukan ekspansi bisnis dengan mengakuisisi PT Alfa
Retailindo Tbk. Dengan mengakuisisi 75 persen saham PT Alfa Retailindo Tbk dari
Prime Horizon Pte Ltd dan PT Sigmantara Alfindo. Berdasarkan laporan yang masuk
ke KPPU, pangsa pasar Carrefour untuk sektor ritel dinilai telah melebihi batas
yang dianggap wajar, sehingga berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang
tidak sehat.
Permasalahan
Dari latar belakang di atas dapat
ditarik suatu permasalahan sebagai berikut: Sejauh mana PT Carrefour melanggar
Undang Undang No.5 Tahun 1999, sanksi apa yang telah diberikan untuk pelnggaran
tersebut, dan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dalam menangani
kasus tersebut?
Pembahasan
Kasus PT Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU
Kasus PT Carrefour sebagai Pelanggaran UU
No. 5 Tahun 1999. Salah satu aksi
perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau akuisisi.
Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan terbatas disebutkan bahwa hanya saham
yang dapat diambil alih. Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat di akuisisi.
Akuisisi
biasanya menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan efisiensi dan
kinerja perusahaan. Dalam bahasa inggrisnya
dikenal dengan istilah acquisition atau take over . pengertian acquisition
atau take over adalah pengambilalihan
suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Istilah
Take over sendiri memiliki 2 ungkapan ,
1. Friendly take over (akuisisi biasa) 2. hostile take over (akuisisi yang
bersifat “mencaplok”) Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli
saham dari perusahaan tersebut.
Esensi dari akuisisi adalah praktek jual
beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham dan
perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham
tersebut. Menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan
hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka
keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS. Dan pasal yang sama
ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang
saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan ,tetapi
dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan
mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar
perseroan yang diambil alih.
Dalam mengakuisisi perusahaan yang akan
mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang
disebutkan dalam UU. No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham
minoritas, karyawan perseroan, kreditor , mitra usaha lainnya dari Perseroan;
masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009,
Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999, yang
memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan
pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan
posisi dominan.
Majelis Komisi menyebutkan berdasarkan
bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar
perusahaan ritel itu meningkat menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa
Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar perusahaan ini sebesar 46,30%. sehingga
secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan mempunyai posisi dominan,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999.
Berdasarkan pemeriksaan, menurut Majelis
KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan ini disalahgunakan kepada para
pemasok dengan meningkatkan dan memaksakan potongan-potongan harga pembelian
barang-barang pemasok melalui skema trading terms. Pasca akuisisi Alfa
Retailindo, sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok meningkat dalam
kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis Komisi, tidak berdaya menolak
kenaikan tersebut karena nilai penjualan
pemasok di Carrefour cukup signifikan.
Kesimpulan
dan Saran
Kesimpulan
Pelanggaran etika
bisnis dapat melemahkan daya saing hasil industri dipasar internasional. Ini
bisa terjadi sikap para pengusaha kita. Kecenderungan makin banyaknya
pelanggaran etika bisnis membuat keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika
bisnis dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga
bagi tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak
memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.
Saran
Dalam menciptakan etika bisnis, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. pelaku bisnis dan pihak yang terkait
mampu mengendalikan diri untuk tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main
curang dan menekan pihak lain
2. Pelaku bisnis disini dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat,
3. Pelaku bisnis hendaknya menciptakan
persaingan bisnis yang sehat
4. Pelaku bisnis seharusnya tidak
memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan
bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang
5. Pelaku bisnis harus konsekuen dan
konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Sumber
:
http://aryo-bony-anggoro.mhs.narotama.ac.id/2011/10/23/kasus-monopoli-pasar-carrefour-indonesia/
Komentar
Posting Komentar